Sunday, October 14, 2012

Memahami akar sistem melalui pendekatan sejarah


Sistem komunikasi yang berlaku sekarang adalah  sebagai produk ( hasil ) peristiwa – peristiwa masa lampau sebagai kiprah dan cucuran keringat nenek moyang bangsa indonesia, seperti candi-candi, tulisan- tulisan, prasasti-prasati  itu semua untuk menggambarkan proses dan sistem komunikasi yang terjadi. Dalam kajian komunikasi peninggalan-peninggalan sejarah itu berguna untuk : memahami proses komunikasi yang berlangsung pada zaman kerajaan, memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi zaman kerajaan dan memahami media yang di gunakan.


 

            Kerajaan kutai dan tarumanegara adalah arus imformasi mengalir secara vertikal tanpa arus balik dari bawah ke atas ( dari rakyat kepada raja ) komunikasi berupa perintah perintah raja yang berisi larangan dan kewajiban, dengan demikian untuk lebih jelasnya diperlukan rumusan masalah, bagaimanakah bentuk sistem komunikasi yang terjadi di kerajaan? dan bagaimanakah bentuk kerajaan yang memegang sistem komunikasi nasional?
            Dari karakteristik yang muncul dari kerajaan tersebut  yaitu kutai dan tarumanegara tidak bisa di klasifikasikan sebagai suatu sistem komunikasi, suatu sistem komunikasi memerlukan: integritas sikap perilaku seluruh penyelenggara sistem, tatanan birokrasi, berfungsinya feedback sebagai input, toleran terhadap sistem luar dan cukupnya rujukan masyarakat. Dengan demikian kerajaan itu tidak di angkat sebagai sistem komunikasi.
Kerajaan maritim dan dan agraris lebih terbuka sistem komunikasinya dari pada kerajaan kutai dan tarumanegara yakni terbukti dari sikap rakyat terhadap penguasa ( raja ) cukup resfect. Dalam kerangka sistem komunikasi nasional  terciptanya sistem komunikasi dengan menggunakan fasilitas satelit, setidaknya belajar dari abstraksi-abstraksi sejarah bangsa indonesia, profil maritim ini merupakan parasistem komunikasi nasional dalam kemaritiman.
Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif analitik, supaya selain dalam bentuk penjabaran tapi perlu juga menganalisis dari kerajaan yang terjadi.
            Untuk mencapai sistem komunikasi nasional dalam sebuah kerajaan adalah harus ada timbal balik atau feedback dari masyarakat, inilah yang sering di abaikan didalam kerajaan, misalnya kerajaan kutai dan tarumanegara, bahkan kerajaan mataram kurang mengembangkan sistem feedback yang berasal dari rakyat komunikasi yang terjadi lebih bersifat satu arah, sedangkan pada kerajaan majapahit proses komunikasi mengalir menurut struktur birokrasi secara berjenjang sampai ke objek sasaran yaitu rakyat kerajaan adanya arus bolak balik tapi tidak langsung ke pusat kerajaan, namun di salurkan melalui raja-raja daerah sementara kerajaan mataram  II cenderung mengarah ke demokratisasi komunikasi, komunikasi berkembang bebas dan terbuka baik secara vertikal maupun horizontal, rakyat dapat menyatakan pendapat, kehendak dan aspirasinya walaupun dalam batas-batas tertentu sesuai dengan etika dan sopan santun menurut ajaran islam.
            Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa sistem komunikasi nasional dapat berlangsung apabila adanya integritas sikap perilaku seluruh penyelenggara sistem, tatanan birokrasi yang teratur, berfungsinya feedback, toleran , cukupnya rujukan masyarakat. Dari sekian yang di jelaskan tadi  dapat di simpulkan dari kerajaan-kerjaan itu adalah kurangnya berfungsi arus bolak-balik ( feedback ) dari kerjaan kepada rakyat.


1.      Pendekatan psikologi sosial
Pendekatan psikologi sosial ini sebetulnya lebih di dominasi oleh para penganut paham fungsionalis yang menekankan pendekatan yang bersifat etik ( bernando Attias, 2000 ). Kata dia, metode etik secara umum menyelidiki suatu objek penelitian dari pandangan peneliti sendiri  atau  pandangan dari “luar” lingkungan sasaran penelitian. Pendekatan ini memandang bahwa hanya peneliti yang benar- benar bebas dan berada di luar lingkungan sasaran penelitian, akan melakukan penelitian dan mengahasilkan kesimpulan yang obyektif. Bahwa realitas eksternal seorang penelitilah yang akan mampu mendorong dia untuk meneliti dan meramalkan perilaku tertentu dari sasaran penelitian.
2.      Pendekatan sejarah
Riwayat perkembangan komunikasi antar manusia adalah sama dengan sejarah kehidupan manusia itu sendiri. Menurut  Nordenstreng dan varis ( 1973 ) dalam ( Nasution, 1989: 15 ), ada titik penentu yang utama dalam sejarah komunikasi manusia, yaitu :
1)   Di temukannya bahasa sebagai alat interaksi tercanggih manusia
2)   Berkembangnya seni tulisan dan berkembangnya kemampuan bicara manusia     menggunakan bahasa .
3)   Berkembangnya kemampuan reproduksi kata –kata tertulis ( writem word ) dengan menggunakan alat pencetak, sehingga memungkinkan terwujudnya komunikasi masa yang sebenarnya.
4)      Lahirnya komunikasi elektronik, mulai dari telegraf, telepon, radio, televisi hingga satelit.
Berkembangnya keempat titik penentu dalam sejarah komunikasi merupakan puncak prestasi peradaban umat manusia, mengungguli siapa pun makhluk tuhan di alam jagat raya. Dari empat titik ini kemudian manusia berkembang bersama semua aspek kehidupan manusia yang membedakannya dengan makhluk lainnya, yaitu:
(1) manusia mampu berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa dan simbol-simbol visual lainnya. Dalam teori interaksi simbolis, di katakan bahwa bentuk interaksi manusia semacam ini merupakan bentuk interaksi terumit dan tercanggih yang pernah di miliki makhluk mana pun di bumi.
(2) manusia mampu menafsirkan bahasa dan simbol-simbol berdasarkan persepsi orang lain. Kemampuan ini merupakan puncak dari kemampuan akal dan nurani manusia yang tidak pernah di berikan tuhan makhluk apapundi dunia dan dalam tata galaksi manpun di alam raya ini.
(3) Manusia mampu belajar meneyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya serta menciptakan dan menggunakan alat (teknologi ) yang di perlukan dalam mengatasi lingkunganya.
A.    Telusuran sejarah
Berkat ketekunan, keuletan dan kecermatan ahli-ahli sejarah dan ahli purbakala maka peninggalan-peninggalan sejarah telah memunculkan berbagai imformasi yang dapat di jadikan rujukan dalam penelitian berbagai disiplin ilmu sosial, yang menggunakan pendekatan sejarah termasuk dalam disiplin ilmu komunikasi.
Peninggalan sejarah berupa prasasti, candi-candi, benda-benda pusaka dan tulisan-tulisan dalam kulit atau kain yang tersimpan di museum-museum memberi imformasi tentang perilaku-perilaku individu manusia di masa lampau, karena hakikat sejarah tidak lain adalah peristiwa-peristiwa masa lampau sebagai produk perilaku individu-individu yang menduduki posisi menentukan di dalam kehidupan bernegar. Pada jaman kerajaan tua biasanya dialamatkan kepada para raja dengan segala atribut kekuasaan yang melekat pada diri raja.

Dalam kajian komunikasi peninggalan-peninggalan sejarah berguna untuk:
1.      Memahami proses komunikasi yang berlangsung pada jaman kerajaan.
2.      Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi jaman kerajaan.
3.      Memahami media yang digunakan dalam proses komunikasi tersebut.

B.     Pendekatan sejarah budaya
Sistem Komunikasi Indonesia sangat erat kaitannya dengan Sistem Sosial Budaya Indonesia yang merupakan cerminan kehidupan masyarakat Indonesia dalam keseharian mereka. Banyak fenomena komunikasi di Indonesia yang setelah ditelusuri, selalu saja ada keterkaitan terhadap latar belakang budaya. Manusia sebagai pelaku budaya memiliki realitas psikis yang dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaannya yang tercermin dari ekspresi sikap dan tingkah lakunya. Suatu kebudayaan baik dalam bentuk material maupun nilai dimiliki oleh suatu komunitas sosial tertentu yang memberikan ciri identitas kepadanya, sehingga individu yang berada dalam komunitas sosial tersebut memiliki identitas yang seragam walaupun mungkin intensitasnya berbeda-beda.Keadaan inilah yang pada gilirannya akan dapat menciptakan hubungan yang harmonis dan timbullah keserasian bahkan dapat pula menciptakan stabilitas.
Perbedaan latar belakang kultur memang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda terhadap suatu objek yang ditafsirkan. Dalam proses komunikasi; objek yang menghubungkan pihak yang berkomunikasi adalah pesan.
Penafsiran terhadap pesan dapat berbeda-beda. Oleh sebab itu diperlukan suatu pola tertentu agar dapat membentuk suatu gambaran yang sama terhadap suatu objek. Realitas sosial yang mempunyai sistem dan tata nilai yang jelas merupakan salah satu tujuan kegiatan komunikasi sesuai dengan pandangan hidup yang mendasari filsafat suatu bangsa. Hal ini baru akan terjadi bila proses komunikasi yang terjadi memenuhi beberapa unsur untuk sampai kepada realitas sosial tertentu.
Perkembangan dunia industri dan teknologi komunikasi dewasa ini, khususnya dalam kajian komunikasi massa memiliki implikasi khusus dalam menciptakan masyarakat yang well informed (peka informasi). Bahkan dengan munculnya media-media baru, banyak budaya luar yang masuk ke Indonesia tanpa mengalami filterasi terlebih dahulu. Misalnya saja fenomena perwajahan media cetak Indonesia yang semakin hari semakin bebas berekspresi dengan tak luput dari sentuhan-sentuhan sensualitas bahkan secara ekstrim mungkin telah mengarah pada pornografi. Hal ini tentu saja bertentangan dengan latar belakang budaya dan agama, khususnya budaya yang di dalamnya mengandung nilai-nilai agama Islam, seperti adat Aceh, Jawa, Minang, Melayu, dan lain-lain. Dalam adat Jawa mungkin ada pakaian kemben yang dalam aplikasinya menitikberatkan pada budaya sopan-santunnya/tatakrama.
Sementara dalam soal berbusana, saya menganut paham Islam yakni agama saya, yang mewajibkan kaum perempuan untuk berpakaian sopan, bahkan menutup seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan. Pers bebas di Indonesia sedikit banyak berpotensi untuk menggeser norma-norma ketimuran Indonesia yang identik dengan sopan-santun budaya Jawa. Oleh karena itu, fenomena keterlibatan media massa di Indonesia perlu ditelaah dan diputuskan solusinya agar tidak melanggar norma-norma agama dan budaya bangsa yang telah tercantum di dalam Pancasila yang akan menjadi prasyarat demi terbentuknya Sistem Komunikasi Indonesia yang baik.
Selain itu, mengutip dari tulisan seorang Staf pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi 'Pembangunan' Medan dan Program Pascasarjana IAIN-SU Bidang Studi Komunikasi Islam, H. Kosky Zakaria dalam WASPADA Online Rabu, 19 September 2007 01:00 WIB. Ia mengatakan, budaya juga dapat mempengaruhi komunikasi dan bahasa karena penggunaannya yang berbeda pada masing-masing suku.
Para pakar komunikasi terutama dalam hal komunikasi antarmanusia selalu melihat budaya sebagai titik tolak bagi orang-orang atau individu saat melakukan komunikasi sesama manusia yang memiliki latarbelakang budaya yang berbeda. Penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi juga kuat dipengaruhi oleh budaya masing-masing individu yang terlibat baik sebagai komunikator maupun komunikan. Para ahli komunikasi dalam hal penggunaan bahasa berkata bahwa 'bahasa bisa memenjarakan kita, namun bahasa juga bisa membebaskan kita.' Bahasa merupakan atau dapat dianggap alat interaksi dalam kehidupan kita. Bahasa memberi kerangka yang akan memberikan harapan-harapan kepada kita dan dengan demikian menimbulkan persepsi bagi para individu yang terlibat dalam komunikasi itu sendiri.
Sementara itu, bahasa dan komunikasi lisan bisa menciptakan kesalahpahaman atau salah mengerti, salah tanggap, namun bahasa lisan ini pun ada baiknya pula, yaitu dapat mengklarifikasi kesalahpahaman yang terjadi. Kita maklum bahwa setiap bahasa bisa dikatakan sebagai merefleksikan sistem yang menurut kita logis dan masuk akal. Bahasa sebagai suatu sistem simbol atau lambang bisa berubah kalau berkaitan dengan ide, perasaan, pengalaman, peristiwa dan fenomena lainnya dan dipengaruhi oleh aturan-aturan yang berlapis-lapis yang dikembangkan oleh masyarakat tertentu. Sebagaimana dinyatakan oleh ahli bahasa, bahwa bahasa manusia ini disusun atau ditata berdasarkan pada sekumpulan aturan yang disepakati, seperti fonologi (berkaitan dengan bunyi), morfologi (berkaitan dengan bentuk kata), sintaksis (berkaitan dengan penyusunan kata-kata menjadi suatu kalimat), kemudian semantik (berkenaan dengan arti kata), serta terakhir apa yang dinamakan pragmatis (memandang sesuatu menurut kegunaannya).
Kesimpulannya, sebagaimana dinyatakan oleh para ahli komunikasi yang menyatakan bahwa suatu komunikasi bisa berjalan dengan baik dan sempurna, masing-masing pihak seyogianya berada dalam suasana saling memahami dan mengerti apa yang dikomunikasikan. Komunikator dan komunikan, kata pakar komunikasi, berada pada sikap yang saling menghargai karena masing-masing pihak memahami pula latarbelakang budaya masing-masing peserta komunikasi. Oleh karena itu, sistem komunikasi haruslah memperhatikan keberadaan budaya sebagai tatanan kehidupan bangsa agar tidak terjadi kesalahpahaman di dalam berkomunikasi lintas budaya.
C.    Sejarah perkembangan jaringan komunikasi
Jaringan komunikasi tidak dapat di pisahkan dengan penemuan metode penelitian sosial dengan menggunakan data sosio metri dalam sistem jaringan sosial. Metode sosio metri ditemukan oleh Moreno, merupakan metode baru di kalangan sosial dan bermaksud untuk meneliti “ intra-group-relations” atau saling hubungan antara anggota kelompok di dalam suatu kelompok ( Gerungan, 1983 ).
Dalam tradisi penelitian komunikasi, penelitian terhadap jaringan atau unsur-unsurnya dapat ditelusuri cukup jauh ke belakang. Salah satu langkah pertama yang mengarah ke penelaahan jaringan komunikasi adalah rangkaian peneltian yang di kembangkan pada awal 1950-an oleh Bavelas, terhadap pola komunikasi dalam kelompok kerja. Walaupun mereka membatasi daripada kelompok kecil ( small group) yang diteliti dalam kondisi eksperimen, mereka merupakan orang-orang yang pertama memperkenalkan konsep-konsep jaringan ( seperti centrality, perpherality , dsb.) ke dalam bidang komunikasi ( Alwi Dahlan, 1979).
Kemudian Lazarsfeld ( 1944 ) dan Kat menganalisis jaringan komunikasi yang menyangkut arus informasi berlangsung. Mulanya mereka mempelajari arus dua langkah ( two step flow ) dan kemudian yang berlangkah ganda ( multistep). Berbeda dari penelitian kelompok Bavelas, kelompok ini menelaah penyebaran komunikasi pada masyarakat luas dalam keadaan yang sebenarnya.
Dari pengalaman- pengalaman rangkaian penelitian jaringan komunikasi sosial tersebut menampakkan bahwa teori komunikasi memperlihatkan perkembangan. Di mana hampir 40 tahun teori komunikasi jarum hipodermik menunjukkan keperkasaanya. Walaupun analisis jaringan komunikasi sebenarnya bukan sesuatuyang baru dalam ilmu-ilmu sosial. Sekitar 40 tahun yang lalu, antropolog Evans Prutchard telah menliti rangkain hubungan kekrabatan dalam organisasi politik Nuer dengan metodologi yang menyerupai analisi jaringan ( Dahlan, 1979 ).
Sekitar waktu itu pula, Moreno meletakkan dasar-dasar analisis jaringan ketika memperkenalkan sosiometri yang kemudian berkembang lebih luas hingga di gunakan untuk keperluan peneltia-penelitian komunikasi.
D.    KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES BUDAYA
Asumsi dasarnya adalah komunikasi merupakan sesuatu proses budaya.artinya,komunikasi yang ditujukan kepada orang atau kelompok lain tak lain adalah sebuah pertukaran kebudayaan.misalnya,anda berkomunikasi dengan suku aborigin australia,secara tidak langsung anda sedang berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu milik anda untuk menjalin kerjasama atau mempengaruhi kebudayaan lain.
Dalam proses tersebut terkandung unsur-unsur kebudayaan,satunya adalah bahasa.sedangkan bahasa adalah alat komunikasi.dengan demikian,komunikasi juga disebut sebagai proses budaya.
Guna melihat lebih jauh tentang komunikasi sebagai proses budaya,kita perlu mengkaji secara ringkas apa itu budaya dan kebudayaan,agar mempunyai kerangka pemikiran dan konsep yang sama.sebab definisi kebudayaan(cultural)sangat banyak.AL Kroeber dan C Kluckhlon dalam bukunya Cultural, A Critical Review of Concept and Definition(1952)pernah menghitunga ada sekitar 179 definisi kebudayaan.
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan hasil karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar,beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya(koetjaraningrat 1952).dari definisi tersebut layak di amati bahwa dalam kebudayaan itu ada;gagasan,budi dan karya manusia.gagasan dan karya manusia itu akan menjadi kebudayaan setelah sebelumnya dibiasakan dengan belajar.memandang kebudayaan hanya dari segi hasil karyanya adalah tidak tepat.
Demikian juga melihat sesuatu hanya dari gagasan manusia juga terlalu sempit,dengan kata lain,kebudayaan menemukan bentuknya jika dipahami secara keseluruhan.
Apakah kebudayaan hanya sekedar konsep?Tidak.paling tidak kebudayaan mempunyai wujud sebagai berikut:
1)      Wujud sebagai suatu kompleks gagasan,konsep dan pikiran manusia
2)      Wujud sebagai suatu kompleks aktifitas
3)      Wujud sebagai benda.melihat wujud kebudayaan tertentu.

Secara operasional bisa dilihat dari isi kebudayaan,yang bisa disebut sebagai cultural universal meliputi:
1)      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia(pakaian,perumahan,alat rumah tangga,senjaata alat produksi,transpor)
2)      Mata pencaharian hidup dan sistem-siste
ekonomi(pertanian,peternakan,sistem produksi,sistem distribusi.
3)      Sistem kemasyarakatan(sistem kekerabatan,organisasi politik,sistem hukum dan sistem perkawinan)
4)      Bahasa (lisan maupun tertulis)
5)      Kesenian(seni rupa,seni suara,seni gerak)
6)      Sistem pengetahuan
7)      Religi(sistem kepercayaan)(koentjaraningrat,1994
Semakin  jelas kiranya kita memahami kebudayaan,baik itu dilihat sebagai wujud atau isinya.lalu berposisi sebagai apa manusia dalam kebudayaan?ada baiknya direnungkan perkataan Cliffford Geertz(1992)yang mengutip pendapat Max Weber:”....manusia adalah hewan yang terpintal pada jaring-jaring nilai....jaring-jaring tersebut adalah kebudayaan.                                               

by
di susun oleh Tris Stuart Little dan saya mengucapkan terimakasi bnyak                      

No comments:

Post a Comment