1.
Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead
·
REFERENSI
Titik tolak
pemikiran interaksi simbolik
berasumsi bahwa realitas sosial sebagai proses dan bukan sesuatu yang bersifat
statis. Dalam hal ini masyarakat dipandang sebagai sebuah interaksi simbolik
bagi individu-individu yang ada didalamnya. Pada hakikatnya tiap manusia
bukanlah “barang jadi” melainkan barang yang “akan jadi” karena itu teori
interaksi simbolik membahas pula konsep mengenai “diri” (self) yang
tumbuh berdasarkan suatu “negosiasi” makna dengan orang lain. Menurut George Herbert Mead, cara manusia
mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan erat dengan masyarakatnya. Mead
melihat pikiran (mind) dan dirinya (self) menjadi bagian dari
perilaku manusia yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Mead menambahkan
bahwa sebelum seseorang bertindak, ia membayangkan dirinya dalam posisi orang
lain dengan harapan-harapan orang lain dan mencoba memahami apa yang diharapkan
orang.
Konsep diri
(self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap
pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik
pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk
hidup lainnya. Keunikan konsep diri pada setiap individu pun relatif
berbeda-beda karena antara individu satu dengan individu lainnnya mempunyai
pola pikir yang berbeda. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena
interaksi dengan lingkungannya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian
membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan. Konsep diri yang
dimiliki individu dapat diketahui melalui informasi, pendapat dan penilaian
atau evaluasi dari orang lain. Diri juga terdiri menjadi dua bagian yaitu diri
obyek yang mengalami kepuasan atau kurang mengalami kepuasan dan diri yang
bertindak dalam melayani diri obyek yang berupaya memberinya kepuasan.
Menurut
Mead, tubuh bukanlah diri dan baru menjadi diri ketika pikiran telah
berkembang. Sementara disisi lain bersama refleksivitasnya, diri adalah sesuatu
yang mendasar bagi perkembangan pikiran. Tentu saja mustahil memisahkan pikiran
dari diri, karena diri adalah proses mental. Namun, meskipun kita bisa saja
menganggapnya sebagai proses mental, diri adalah proses sosial. Mekanisme umum
perkembangan diri adalah refleksivitas atau kemampuan untuk meletakkan diri
kita secara bawah sadar ditempat orang lain serta bertindak sebagaimana mereka
bertindak. Akibatnya, orang mampu menelaah dirinya sendiri sebagaimana orang
lain menelaah dia.Dengan menyerasikan diri dengan harapan-harapan orang lain,
maka dimungkinkan terjadi interaksi, semakin mampu seseorang mengambil alih
atau menerjemahkan perasaan-perasaan sosial semakin terbentuk identitas atau
kediriannya. Ada tiga premis yang dibangun dalam interaksi simbolik yaitu;
- manusia bertindak berdasarkan makna-makna,
- makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain, dan
- makna tersebut berkembang dan disempurnakan ketika interaksi tersebut berlangsung.
Teori
interaksi simbolik melihat individu sebagai pelaku aktif, reflektif dan
kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan.
Teori interaksi simbolik fokus pada soal diri sendiri dengan segala atribut
luarnya. Deddy Mulyana mengutip istilah yang digunakan Cooley yaitu looking
glass self . Gagasan diri ala Cooley ini terdiri dari tiga komponen.
- individu mengembangkan bagaimana dia tampil bagi orang lain;
- individu membayangkan bagaimana peniliaian mereka atas penampilan individu tersebut;
- individu mengembangkan sejenis perasaan-diri, seperti kebanggaan atau malu, sebagai akibat membayangkan penilaian orang lain tersebut.
Lewat
imajinasi, kita mempersepsi dalam pikiran orang lain suatu gambaran tentang
penampilan kita, perilaku, tujuan, perbuatan, karakter teman-teman kita dan
sebagainya, dan dengan berbagai cara kita terpangaruh olehnya. Littlejohn
menyatakan bahwa interaksi simbolik mengandung inti dasar premis tentang
komunikasi dan masyarakat (Littlejohn, 1996).
Setiap
interaksi manusia selalu dipenuhi dengan simbol-simbol, baik dalam kehidupan
sosial maupun kehidupan diri sendiri. Diri tidak terkungkung melainkan bersifat
sosial. Orang lain adalah refleksi untuk melihat diri sendiri. Dari penjelasan
ini berarti bahwa teori interaksi simbolik merupakan perspektif yang
memperlakukan individu sebagai diri sendiri sekaligus diri sosial.
Bagi Mead,
“diri” lebih dari sebuah internalisasi struktur sosial dan budaya. “Diri” juga
merupakan proses sosial, sebuah proses dimana para pelakunya memperlihatkan
pada dirinya sendiri hal-hal yang dihadapinya, didalam situasi dimana ia
bertindak dan merencanakan tindakannya itu melalui penafsirannya atas hal-hal
tersebut. Dalam hal ini, aktor atau pelaku yang melakukan interaksi sosial
dengan dirinya sendiri, menurut Mead dilakukan dengan cara mengambil peran
orang lain, dan bertindak berdasarkan peran tersebut, lalu memberikan respon
atas tindakan-tindakan itu. Konsep interaksi pribadi (self interaction) dimana
para pelaku menunjuk diri mereka sendiri berdasarkan pada skema Mead mengenai
psikologi sosial. “Diri” disini bersifat aktif dan kreatif serta tidak ada
satupun variabel-variabel sosial, budaya, maupun psikologis yang dapat
memutuskan tindakan-tindakan “diri.”
Mead
menyatakan bahwa konsep diri pada dasarnya terdiri dari jawaban individu atas
pertanyaan mengenai “siapa aku” untuk kemudian dikumpulkan dalam bentuk
kesadaran diri individu mengenai keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat
hubungan sosial yang sedang berlangsung. Pendapat Mead tentang pikiran adalah
bahwa pikiran mempunyai corak sosial, percakapan dalam batin adalah percakapan
antara “aku” dengan “yang lain” pada titik ini, konsepsi tentang “aku” itu sendiri
merupakan konsepsi orang lain terhadap individu tersebut. Atau dengan kalimat
singkat, individu mengambil pandangan orang lain mengenai dirinya seolah-olah
pandangan tersebut adalah “dirinya” yang berasal dari “aku.”
Interaksi
simbolik sering
dikelompokan ke dalam dua aliran (school). Pertama, aliran Chicago School yang
dimonitori oleh Herbert Blumer, melanjutkan tradisi humanistis yang dimulai
oleh George Herbert Mead. Blumer menekankan bahwa studi terhadap manusia tidak
bisa dilakukan dengan cara yang sama seperti studi terhadap benda. Blumer dan
pengikut-pengikutnya menghindari pendekatan-pendekatan kuatitatif dan ilmiah
dalam mempelajari tingkah laku manusia. Lebih jauh lagi tradisi Chicago
menganggap orang itu kreatif, inovatif, dan bebas untuk mendefinisikan segala
situasi dengan berbagai cara dengan tidak terduga. Kedua Iowa School
menggunakan pendekatan yang lebih ilmiah dalam mempelajari interaksi. Manford
Kuhn dan Carl Couch percaya bahwa konsep-konsep interaksionis dapat
dioperasikan. Tetapi, walaupun Kuhn mengakui adanya proses dalam alam tingkah
laku, ia menyatakan bahwa pendekatan struktural objektif lebih efektif daripada
metode “lemah” yang digunakan oleh Blumer.
- Interaksionisme simbolik mengandung inti dasar pemikiran umum tentang komunikasi dan masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Meltzer memisahkan tujuh hal mendasar yang bersifa Orang-orang dapat mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman. Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam simbol-simbol.
- Berbagai arti dipelajari melalui interaksi di antara orang-orang. Arti muncul dari adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompok-kelompok sosial.
- Seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan dari adanya interaksi di antara orang-orang.
- Tingkah laku seseorang tidaklah mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian pada masa lampau saja, tetapi juga dilakukan secara sengaja.
- Pikiran terdiri dari percakapan internal, yang merefleksikan interaksi yang telah terjadi antara seseorang dengan orang lain.
- Tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama proses interaksi. teoritis dan metodologis dari interaksionisme simbolik, yaitu:
- Kita tidak dapat memahami pengalaman seorang individu dengan mengamati tingkah lakunya belaka. Pengalaman dan pengertian seseorang akan berbagai hal harus diketahui pula secara pasti.
Pada
dasarnya interaksi manusia menggunakan simbol-simbol, cara manusia menggunakan
simbol, merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan
sesamannya. Itulah interaksi simbolik dan itu pulalah yang mengilhami
perspektif dramaturgis, dimana Erving Goffman sebagai salah satu eksponen
interaksionisme simbolik maka hal tersebut banyak mewarnai pemikiran-pemikiran dramaturgisnya.
2. Manusia
masih mempunyai diri, karena notabennya manusia adalah makhluk individu.
Manusia sebagai makhluk individu adalah manusia butuh hidup dengan segala
sesuatu yang dia punya. Tp sebagai makhluk individu sosial manusia harus
berinteraksi dengan manusia yang lai (orang lain), karena manusia tidak bisa
memenuhi semua kebutuhan hidupnya secara sendiri jadi semuanya harus seiring
sejalan.
Manusia yang
dibesarkan oleh srigala tetap bisa mempunyai perasaan akan diri karena hewan
pun juga memiliki perasaan atas diri sama dengan manusia namun berbeda konteks
nya ketika diasuh oleh manusia, karena srigala hanya mempunyai insting
sedangkan manusia dengan pola asuh yang kompleks karena manusia memiliki otak
yang bisa berpikir untuk membentuk dirinya sendiri.
3. Ada, karena
manusia mempunyai perasaan yang bisa berubah-ubah kapanpun. Penyebabnya bisa
dari dalam dan luar diri manusia. Dari dalam diri karena perasaan dalam diri
manusia berubah-ubah sesuai dengan apa yang ada dihatinya, bahagia, senang
sedih bisa dirasakan oleh manusia. Dari luar diri karena sesuai dengan manusia
yang makhluk sosial, setiap manusia berinteraksi dengan manusia lain, pasti
terdapat hal-hal yang akan merubah hati atau diri manusia. Manusia bisa
senang,sedih dan sebagainya karena perasaan diri manusia bisa berubah karena
pengaruh dari interaksi dengan sosial (orang lain)
4.
Jelas bahasa
sebagai simbol yang dimiliki bersama untuk berkomunikasi karena bahasa adalah
syarat untuk berkomunikasi. Bagaimana mungkin bisa berkomunikasi jika tidak ada
bahasa, bahasa bisa memakai jenis manapun termasuk bahasa isyarat, bahasa
verbal dan nonverbal yaitu dengan menggunakan lambang dan simbol. Dengan makna
yang sama manusia akan saling mengerti maksud dan tujuan yang akan disampaikan sesuai
dengan kesepakatan dari pengguna bahasa tersebut. Kalau tidak ada kesepakatan
bahasa yang sama, maka tidak mungkin ada komunikasi atau interaksi karena tidak
akan saling mengerti satu sama lain.
5.
Kritik
tersebut saya anggap tidak sepenuhnya salah, sebab manusia dapat menemukan
jalan keluar tanpa menggunakan interaksi simbolik, mereka akan terlebih dahulu
menyadari akan lambang dan simbol yang akan dipaparkan pada diri mereka. Akan
tetapi, ada juga manusia yang menemui titik buntu saat menerima pesan simbolik.
Mereka sukar untuk mencerna apa yang dipaparkan dan tidak dapat memahami apa yang
telah disampaikan.
6.
Persamaan
antara konsep prediksi pemenuhan diri dan efek pymaglion adalah seseorang yang
bertindak dengan pymaglion serta mengonsep semua tindakan dengan prediksi yang
akurat.sehingga melakukan tindakan berdasarkan informasi yang diberikan oleh
manusia,benda ataupun peristiwa yang memikirkan efek positif dari semuanya.
By Tris Stuart Little
di susun oleh Tris Stuart Little dan saya mengucapkan terimakasi bnyak
By Tris Stuart Little
di susun oleh Tris Stuart Little dan saya mengucapkan terimakasi bnyak
No comments:
Post a Comment